google-site-verification=gycwghxx1WVc3EROmS2Lq-70455bSR15dF_xantNC5Y TERSESAT DALAM KESIBUKAN

TERSESAT DALAM KESIBUKAN

 oleh: Holi Hamidin






Malam ini (Sabtu, 4 Maret 2023), aku dan rekan-rekan pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) Pontianak Utara (Pontura), kembali tersesat dalam kesibukan. Kesibukan dalam melayani umat, katanya. 

Pada saat itu, NU Pontura hadir di Musholla Nahdlatus Subban, Jl. Parwasal Gg. Tekad Bersama. Kehadiran NU Pontura tentu untuk melayani nahdliyyin di tempat itu. Giat itu disebut sebagai Pelatihan Perawatan Jenazah. Dilakukan secara gratis, tanpa dipungut biaya sama sekali. Jema`ah cukup membeli 1 buah buku seharga Rp. 20.000; berjudul "Tajhizul Mayyit" disusun oleh Kyai Hafidz Suhud, Mh. 

Menurut Ust. Edi Suhardi, warga Gg. Tekad Bersama dan sekitarnya, telah lama menantikan kehadiran NU Pontura untuk dilatih dan diberi bekal ilmu tentang tata cara merawat jenazah. Warga juga ingin Kyai Hafidz, selaku Rois Syuriyah MWCNU Pontianak Utara sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Al-Aziz Pontianak, menjadi narasumbernya.

Aku sempat tak yakin. Kuanggap itu gombalan seorang Edi semata. Orang Pontianak bilang, "ngade-ngade.". Itu wajar. Memang kelebihannya, mudah memberi pujian kepada orang lain. Sebab, memberi dollar, tak pernah kesampaian. Sebelum mulai kegiatan, kecurigaanku sempat menguat. Kyai Hafidz, telah tiba di kediaman Ust. Suhar sebelum adzan isya berkumandang, tetapi para peserta belum ada kelihatan sama sekali. Di musholla pun hanya terdengar anak-anak yang sedang asyik bersholawat. Kami menunggu sambil menyeruput kopi dan menghisap rokok masing-masing. Penantian yang begitu lama, Yai, aku dan rekan-rekan sholat isya berjema`ah terlebih dahulu. Selesai berdzikir dan memohon ampunan, aku melakukan do`a tambahan supaya warga lebih memilih hadir dalam pelatihan ketimbang asyik nonton sinetron percintaan dan scroll-scroll smartphone-nya. 

Walau demikian, kami tak diajarkan untuk kecewa dengan kenyataan yang akan terjadi dan mundur dari medan dakwah yang mulia ini. Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Selama ada niat baik dalam hati, pasti ada rokok teman yang rela dicicipi. Ust. Edi Suhardi (Suhar), terlihat sibuk mondar-mandir ke rumah warga untuk mengajak warga meramaikan giat pelatihan ini. Akhirnya, kabar baik tiba. Warga datang berbondong-bondong bersama sanak keluarga dan anak-anaknya menuju musholla. Itu terjadi setelah beberapa saat suara himbauan dari corong musholla; himbauan untuk segera merapat ke lokasi acara.     

Acara pun dimulai. Ketua Lembaga Dakwah NU, membuka giat pelatihan dengan penuh khitmad. Kyai pun memulai dengan hati riang gembira dan semangat membara. Warga sangat antosias menyimak dengan seksama. Ibu-ibu sampai lupa pada anak-anaknya karena terhipnotis aura dan karisma Kyai Hafidz. Eh, jangan-jangan ibu-ibu itu terpesona dengan ketampanan dan kewibawaan Ust. Syamsudin. 

Praktek mengafani dan dialog interaktif dilakukan dengan baik, sesuai dengan ADART pelatihan yang ada. Acara ditutup dengan do`a dan salam-salaman antar pengurus NU, pengurus musholla, tokoh agama, tokoh masyarakat dan jema`ah. Warga pulang ke pangkuan kasur mereka sedangkan kami kembali ke rumah Ust. Edi Suhardi. Acara sukses diselenggarakan. 

Padahal waktu sudah sangat larut, bukannya pulang, rekan-rekan duduk santai seakan-akan tak mau pulang. "Kita evaluasi dulu ya. Jika boleh saran, sebaiknya tim duduk anteng jangan mondar-mandir keluar masuk ya." kata Kyai Hafidz. Waduh-waduh, ini alamat pagi lagi bisa sampai ke pangkuan istri prikitiw, ujarku dalam hati. 

Walau pun capek dan sibuk seperti itu, kok diriku tak nampak sama sekali dari raut wajah mereka wajah susah, sedih dan suram. Apalagi si Gus Aam dan Gus Ahad. Rasa-rasanya, mereka kemarin dan kemarin-kemarinnya lagi, bahkan seminggu yang lalu bahkan bulan yang lalu, sibuk juga. Woy, pulang woy, Ust. Edi dah kode-kode meminta kita untuk pulang awal. Istri kayaknya sudah dalam masa suci dan siap main perang-perangan. Dasar mahluk-mahluk aneh. 

Sadarkah mereka bahwa itu sudah melampaui batas manusia normal? Barangkali, lagu berjudul Di atas Normal, yang dibawakan oleh Grup musik yang dikenal dengan Peterpan itu, diciptakan untuk menggambarkan keadaan mereka, pengurus NU yang benar-benar tulus. Tak ada konsumsi spesial kayak pas pengajian PHBI itu. Rekan-rekanku itu, sepertinya tersesat dan tak ingin kembali pada kehidupan normal. 

Sini kubuat sadar ya. Kalian itu memiliki keluarga. Kalian pulang malam, tak dapat apa-apa. Karena bagaimanapun, istri di rumah, apalagi malam ini malam Minggu, sangat mengharap kalian di sampingnya. Pulang bawa capek saja. Anak-anak kalian itu sakit. Orangtua kalian butuh bakti dan perhatian. Kucing peliharaan belum diberi makan. Pampers dan susu anak sudah habis. Listrik berbisik-bisik keras tanda pulsa habis. Besok undangan keluarga, jangan sampai amplop tak ada isi. Halaman rumah dan pakaian dibersihkan pagi jangan sampai kesiangan karena tidur lagi. Santriwan dan santriwati perlu asupan ilmu dan do`a malam. Tetangga sebelah rumah butuh teman curhat dan bincang-bincang. Hehehe, aku lupa. Itu kan keadaanku semua ya. Yang tak kumiliki hanya santriwan dan santriwati saja. 

Terima kasih rekan-rekanku, khususnya Kyai Hafidz atas pelayanan kalian untuk ummat Nabi Muhammad itu. Sama sekali aku tidak melihat dari diri kalian keinginan untuk mendapatkan pujian dan gajian. Dengan semua yang kalian tinggalkan itu, semata-mata demi amanah pelayanan. Padahal kalian bukan orang-orang dan anak keturunan keluarga pegawai pajak dan juragan. Totalitas tanpa batas. Aku sangat terharu walau tak diiringi oleh lagu-lagu haru. Aku begini barangkali karena aku pimpinannya. Pengorbananku tentu tak ada apa-apanya dibanding apa yang telah kalian perbuat pada NU.

Ya, aku juga mohon maaf. Bukannya memberi kesejahteraan pada kalian, setidak-tidaknya uang rokok gitulah, eh malah akunya yang numpang rokok milik kalian. Setidaknya adalah oleh-oleh untuk dibawakan pulang sebagai rayuan.

Entah apa yang istri dan mertua kalian katakan untuk waktu-waktu yang terbuang tanpa kehadiran kalian. Pulang ke rumah hampir tengah malam tanpa ada buah tangan. Aku pun tahu, jika kalian akan dapat perlakuan yang tak nyaman. Karena peristiwa itu aku juga merasakan hampir tiap malam. Yang jelas, aku sadar bahwa ke-NU-an kalian bukan kaleng-kaleng.

Kyai Hafidz, terus bimbing kami, agar kami juga dapat pengkuan sebagai santri muassis NU. Mohon maaf malam ini tak dapat membelikan rokok kyai. Karena mau belikan makanan untuk nyogok istri di rumah. Rois Syuriyah NU Pontura, kami do`akan PonPesnya banyak orang datang. Dimana mereka siap jadi donatur masa depan. Ya, walau do`a kami kurang panjang. Mudah-mudahan dimaqbul secara kontan. Wahai rekan-rekanku, aku rela ikut tersesat bersama kalian asal tersesat dalam kesibukan sebagai pelayan Nahdliyin. Aku juga ingin ikut kalian menjadi umat Nabi Muhammad Saw, yang bermanfaat untuk orang lain. Tentu hal itu agar aku bisa mati dalam amanah mulia ini; kebaikan sampai akhir hayat nanti. Amin

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama