google-site-verification=gycwghxx1WVc3EROmS2Lq-70455bSR15dF_xantNC5Y Kisah Pendiri Al- Irsyad yang Terpesona Kealiman KH Hasyim Asy’ ari

Kisah Pendiri Al- Irsyad yang Terpesona Kealiman KH Hasyim Asy’ ari

Kisah Pendiri Al- Irsyad yang Terpesona Kealiman KH Hasyim Asy’ ari


Mengulas keilmuan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asyari seolah tidak terdapat habisnya. Tidak cuma murid, kawan, serta guru, namun pihak- pihak yang sebagian pemikirannya berseberangan dengan Hadratussyekh nyatanya pula mengakui keilmuan dia. Apalagi, pengakuan tersebut timbul dalam cerita sejarah dengan sumber buku- buku yang ditulis oleh golongan internal organisasi Islam di luar NU.


Perihal yang menarik buat diperhatikan dalam keilmuan dia merupakan kedudukan karya tulisnya yang dibaca oleh tokoh organisasi Islam tidak hanya NU. Karya tulis dia nyatanya sanggup menunjukkan pembelaan terhadap amaliah kalangan Muslimin di Nusantara yang bermazhab Syafi’ i sekalian mencerminkan dalamnya mutu keilmuannya. Sebagian kitab hasil tulisan Hadratussyekh itu terdapat yang ditulis dalam bahasa Arab.


Kenyataan sejarah mengatakan kalau Hadratussyekh sempat diundang ke kegiatan jamuan oleh tokoh Al- Irsyad yang bernama Ahmad Surkati. Uniknya, Hadratussyekh nyatanya bawa karya tulisnya yang berbahasa Arab supaya dapat dibaca oleh Ahmad Surkati dalam forum itu. Walaupun belum dikenal secara tentu nama tulisan ataupun kitab hasil karya Hadratussyekh yang dibaca oleh Ahmad Surkati, namun isi tulisan tersebut sangat kental dengan uraian tentang mazhab Imam Syafi’ i.


Ahmad Surkati merupakan seseorang generasi Arab yang lahir di Sudan serta pernah mengajar di Jamiatul Khair, Batavia. Sehabis mengundurkan diri dari dari Jamiatul Khair, Ahmad Surkati jadi tokoh di Al- Irsyad. Ahmad Surkati mempunyai inisiatif dengan mengundang tokoh Muhammadiyah serta para pendiri NU buat berdiskusi lewat kegiatan jamuan pada tahun 1929 di Surabaya. 

Muhammadiyah serta Al- Irsyad ialah organisasi Islam di Indonesia yang dulu bersemangat berdiskusi dengan NU. Para tokoh kedua organisasi Islam itu sempat berdiskusi secara spesial dengan para kiai NU tentang masalah- masalah yang dikira berbeda. A. Jainuri dalam bukunya yang bertajuk Muhammadiyah Gerakan Reformasi Islam di Jawa pada Dini Abad Kedua Puluh menuliskan:


“ Semacam dikenal pada tahun 1929, dengan sponsor Ahmad Surkati, diadakanlah forum dialog di Surabaya. Forum ini dihadiri oleh para wakil ulama konservatif semacam KH Hasyim Asy’ ari serta KH Wahab Hasbullah, serta dari pihak reformis muncul KH Mas Mansur serta sebagian tokoh Al- Irsyad. Iktikad pertemuan ini merupakan buat menjalakan ikatan yang baik antara kedua kelompok tersebut. Pertemuan ini mengambil topik pada permasalahan ijtihad serta taklid.”( A. Jainuri, Muhammadiyah Gerakan Reformasi Islam di Jawa pada Dini Abad Kedua Puluh, 1981, PT Bina Ilmu Surabaya, perihal. 81).


Tulisan yang dibawa oleh Hadratussyekh dibaca oleh para tokoh yang muncul. Dengan kejujuran ilmiah, tokoh yang muncul serta membaca tulisan tersebut membagikan pengakuan terhadap kepakaran Hadratussyekh. Secara spesial, pesona Hadratussyekh ditangkap oleh tokoh Al- Irsyad, sekalian inisiator forum jamuan, ialah Ahmad Surkati. Al- Katiri, seseorang periset sejarah dari Al- Irsyad menuliskan dalam bukunya: 

“ Di forum itu, Syekh Ahmad Surkati berjumpa dengan KH Hasyim Asy’ ari, seseorang kiai besar dari Pesantren Tebuireng, Jombang, kiai yang sangat dihormati oleh golongan muslim tradisional, serta pula pendiri Nahdlatul Ulama( NU). Sehabis pertemuan itu, Syekh Surkati melemparkan pujian kepada Kiai Hasyim,‘ Aku baru awal kali berjumpa dengan dia( Kiai Hasyim Asy’ ari) dalam sesuatu jamuan. Memandang bawaan tubuhnya, aku tertarik. Dia seseorang ulama yang zahid. Serta dari tulisan- tulisannya, nampak pemahamannya dalam mazhab Syafi’ i amat dalam serta luas.’”( Mansyur Al- Katiri, Bakti Surkati serta Al- Irsyad buat Bangsa, 2018, Pusat Dokumentasi serta Kajian Al- Irsyad Al- Islamiyyah Bogor, perihal. 10).


Pengenalan Ahmad Surkati terhadap mazhab Syafi’ i sebetulnya bukanlah mengherankan. Ahmad Surkati menempuh pembelajaran di Sudan serta Makkah yang waktu itu kental dengan ajaran mazhab Syafi’ i. Sehabis hijrah ke Batavia, organisasi Jamiatul Khair yang ditempatinya buat mengajar pula bermazhab Syafi’ i. Apalagi Al- Irsyad Al- Islamiyyah yang jadi tempat Ahmad Surkati berkiprah sesungguhnya pula mengadopsi ajaran mazhab Syafi’ i dalam Anggaran Rumah Tangga serta kurikulum pendidikannya semenjak tahun 1919. Dengan fair, tokoh yang satu ini menyebut kalau uraian Hadratussyekh terhadap mazhab Imam Syafi’ i amat dalam serta luas.


Perihal berarti yang jadi catatan pengakuan keilmuan Hadratussyekh salah satunya nyatanya bersumber dari karya tulis dia. Aspek lain yang menunjang kharisma keilmuannya merupakan pembawaan tubuh serta kezuhudannya. Ketiga karakteristik khas seperti itu yang menjadikan keilmuan seseorang alim timbul sebagaimana terpancarnya sinar bintang- bintang menghiasi langit. Perpaduan dari intelektualitas berbentuk karya tulis dengan akhlak mulia menjadikan figur Hadratussyekh betul- betul mencerminkan satunya kata dengan perbuatan.


Pertemuan yang dicatat sejarah berlangsung pada tahun 1929 di Surabaya itu menyisakan persoalan besar. Tulisan berbagai apakah yang dibaca oleh Ahmad Surkati sehingga sanggup menggetarkan gelombang frekuensi tokoh Al- Irsyad itu dalam kesan uraian terhadap mazhab Syafi’ i yang dipunyai Hadratussyekh? Yang tentu, tulisan ataupun kitab itu sudah ditulis sebagian ataupun sepenuhnya oleh Hadratussyekh saat sebelum waktu pertemuan tersebut serta berbahasa Arab. 

Terdapat sebagian karya tulis Hadratussyekh yang sedangkan ini dikenal waktu penyelesaian penulisannya saat sebelum tahun 1929. Tetapi, tidak menutup mungkin sebagian karya tulis yang lain pula ditulis dengan kurun waktu yang diartikan, namun penyelesaiannya bisa jadi terjalin pada waktu yang berbeda sehabis itu sehingga butuh diteliti dengan seksama.


Para ahli manuskrip yang dipunyai NU bisa meningkatkan kajian tentang aspek- aspek sejarah di seputar penyusunan kitab Hadratussyekh. Lahirnya karya- karya tulis Hadratussyekh


tentu mempunyai latar balik sejarah yang senantiasa menarik buat diteliti. Kerja sama antara Nahdlatut Turats bersama dengan keluarga Hadratussyekh yang mewarisi kitab- kitab dia sangat relevan dengan upaya pengkajian ini.


Bermacam ukuran riset manuskrip, spesialnya yang berasal dari para pendiri NU semacam Hadratussyekh bisa dibesarkan oleh Nahdlatut Turats. Hasilnya diharapkan supaya bisa disantap oleh segenap umat Islam secara universal, baik masyarakat NU ataupun tidak hanya NU. Berbekal semangat ilmiah serta wasathiyah, upaya- upaya studi terhadap karya tulis pendiri NU bisa membagikan pengetahuan buat seluruh golongan di tengah tingginya semangat beragama kalangan muslimin Indonesia.


Bersamaan dengan waktu, aktualisasi dialog serta presentasi karya tulis ulama NU kepada tokoh- tokoh di luar NU sebagaimana yang dipraktikkan oleh Hadratussyekh dikala ini butuh digalakkan kembali. Dengan forum yang pas serta relevansi tema- tema yang dinaikan, pasti aktivitas semacam ini hendak memperkaya khazanah keilmuan serta berpotensi mempererat ukhuwah di antara umat Islam, walaupun berbeda- berbeda organisasinya.


Yuhansyah Nurfauzi, Anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama