Perpres Dana Abadi Pesantren Diteken, RMI PBNU: Besarannya Tidak Dinyatakan Jelas
Pontianak, NU Pontura
Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) menyambut baik ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren yang mengatur dana abadi pesantren. Hal tersebut mengingat sudah lama ditunggu-tunggu kehadirannya.
“Idealnya Perpres ini muncul tahun lalu beriringan dengan peraturan menteri agama (PMA) yang mendetailkan UU yang sama (UU Nomor 18 Tahun 2019),” kata KH Abdul Ghafar Rozin, Ketua RMI PBNU, kepada NU Online, Selasa (14/9/2021).
Secara garis besar, menurutnya, isi Perpres cukup sesuai dengan aspirasi dari RMI PBNU. Namun, besaran dana abadi tersebut tidak disebutkan secara jelas dalam Perpres itu. Sebelumnya, ia memberikan masukan agar dana abadi pesantren setidaknya 20 persen dari total dana abadi pendidikan.
“Hanya saja alokasi pendanaan pesantren dari dana abadi pendidikan besaran/prosentasinya tidak clearly stated (secara jelas dinyatakan). Masukan kita dulu alokasi untuk pesantren sekurangnya 20 persen (dari dana pendidikan),” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Mathaliul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah itu.
Sementara itu, dana abadi pesantren ini hanya ditujukan untuk pesantren dalam penyelenggaraan fungsi pendidikan saja, tidak meliputi dua fungsi lainnya, yakni fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat, sebagaimana termaktub dalam pasal 23 ayat (4).
Pasal 23
(1) Pemerintah menyediakan dan mengelola Dana Abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dana Abadi Pesantren bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan Pesantren bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi.
(3) Pemanfaatan Dana Abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan berdasarkan prioritas dari hasil pengembangan dana abadi Pendidikan
(4) Pemanfaatan Dana Abadi Pesantren' sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk penyelenggaraan fungsi pendidikan Pesantren.
RMI PBNU, katanya, sepakat saja dengan substansi pasal 23 ini. Namun, untuk dua fungsi lainnya, perlu juga dibuka dari pintu kementerian lain.
“Fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat seharusnya malah dibuka menjadi nomenklatur kementerian selain Kemenag. Banyak kementerian lain yang relevan dengan dakwah dan pemberdayaan masyarakat ini,” terang kiai yang akrab disapa Gus Rozin itu.
Melihat hal tersebut, ia mengaku akan lebih dulu menunggu upaya pemerintah melalui peraturan menteri yang dipersyaratkan oleh Perpres tersebut. “RMI sendiri akan secara aktif memberikan input sehingga aturan turunan Perpres tepat substansi dan tepat sasaran,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Sumber : NU Online
Posting Komentar