Jokowi, NU dan Pembangunan Ekonomi Umat
NU PONTURA - Muktamar ke-34 NU mendapat atensi publik yang cukup luas karena muktamar merupakan forum permusyawaratan tertinggi dalam menentukan masa depan NU. Setelah pembangunan SDM, isu sentral yang menurut saya mendesak dan perlu menjadi arus utama pembahasan muktamirin adalah pembangunan ekonomi umat.
Saya akan memulai dengan kesan saya menonton film Sang Kyai. Dalam plot awal, seorang calon santri ditolak menjadi santri Tebu Ireng karena tidak membawa hasil bumi, lalu Hadratussyaikh menghampiri dan menerima calon santri sebagai santri tanpa harus membayar dengan hasil bumi.
Setelahnya, Harun, seorang santri yang menemani Hadratussyaikh mengatakan kepada Hadratussyaikh "Sekarang saya paham kenapa Kyai bertani dan berdagang". Hadratussyaikh mengatakan Al-I'timad ala al-Nafsi, pesantren harus mandiri tidak bergantung pada siapapun. Artinya, bukan setting belajar agama tetapi setting pembangunan ekonomi umat yang menjadi pembuka dalam film menandakan bahwa kemandirian melalui pembangunan ekonomi harus menjadi semangat NU.
Senafas dengan Hadratussyaikh, Presiden Joko Widodo dalam sambutan Harlah NU ke 95 juga mengatakan "Nahdliyin muda pun turut berkiprah dalam memajukan pemberdayaan ekonomi umat yang berbasiskan pada pesantren. Tak hanya bersemangat dalam memperoleh ilmu agama, para santri muda NU tersebut juga bersemangat menjadi wirausaha untuk memajukan umat dan sesama".
Begitu juga dalam beberapa kesempatan saya mengikuti kegiatan Presiden bertemu dengan ormas, ulama, dan kunjungan kerja ke pesantren, topik yang paling sering disampaikan Presiden adalah mengenai pemberdayaan ekonomi, baik untuk organisasi atau pesantren itu sendiri, maupun organisasi atau pesantren sebagai pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Semangat yang seirama dengan salah satu nilai tri sakti Bung Karno, berdikari dalam ekonomi.
Pembangunan ekonomi umat merupakan turunan dari visi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin tentang ekonomi umat yang mandiri, makmur, dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka di dunia dan diwujudkan oleh Presiden dengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Perpres 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren sebagai pijakan utama pembangunan ekonomi umat.
Faktor produksi yang paling mendasar adalah pemenuhan atas lahan. Untuk memenuhi semuanya, NU dapat memanfaatkan program redistribusi aset. Kebijakan redistribusi aset merupakan kebijakan untuk menghidupkan aset sehingga bernilai ekonomi dari yang sebelumnya merupakan aset mati (Dead Capital) menjadi bernilai sehingga komunitas NU dapat mengakses institusi keuangan. Dead Capital dalam tesis Hernando de Soto merupakan permasalahan utama negara berkembang yang menghambat kemajuan karena membuat masyarakat negara berkembang tidak dapat mengakses institusi keuangan yang berakibat pada keterbatasan modal untuk men-scale up usaha atau bisnisnya.
Redistribusi aset juga diperkuat dengan Bank tanah sebagai bagian UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dari klaster pengadaan tanah pasal 125-135 dimana Bank tanah ditujukan menjadi bagian dari konsolidasi lahan dan reforma agraria untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan lahan dan tanah.
Selanjutnya, NU juga dapat memanfaatkan program pemerintah yang ada di Kementerian Pertanian untuk menjadi leading sektor dalam pengembangan pertanian pada jamaah NU. Begitu juga dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai leading sektor pengembangan ekonomi nelayan NU dan pesantren yang memiliki potensi budidaya perikanan. Selain penguatan pada sisi produksi, kolaborasi dalam bentuk kemitraan dapat dimulai dengan sinergitas kemitraan KemenBUMN dan Kemenkop dan UKM dengan NU dan pesantren untuk menjadi mitra dalam rantai pasok jaringan BUMN atau akses pendanaan untuk pengembangan usaha melalui Himpunan Bank milik Negara (Himbara), serta fasilitas permodalan yang ada di bawah Kemenkop dan UKM.
Pekerjaan rumah yang harus dikerjakan selain penguatan faktor produksi dan akses permodalan adalah penguatan pada sisi distribusi dan akses pasar. NU juga harus memulai kolaborasi dengan private sector seperti kerjasama NU dengan industri ritel dimana NU melalui produk-produk koperasi pesantren masuk ke jaringan ritel. Selain itu kerjasama NU dengan Unicorn seperti e-commerce dapat memperluas akses pasar produk-produk jamaah NU ke pasar digital.
Kolaborasi ini akan menekan munculnya rente dalam rantai pasok yang panjang karena produksi langsung memiliki jejaring distribusi dan pasarnya. Selain itu memutus rantai pasok yang panjang yang selama ini merupakan wilayah beroperasinya tengkulak dapat membuat biaya rendah produksi ekonomi jamaah NU. Begitu juga dengan koperasi pesantren bisa menjadi omnichanel bagi rantai distribusi barang industri ritel. Kolaborasi yang saling menguntungkan yang muaranya kesejahteraan umat. Kemudian, memperkuat koperasi NU berbasis pesantren sebagai lokomotif ekonomi NU yang membawa kesejahteraan dan kemandirian sebagaimana kata Hadratussyaikh dalam film Sang Kyai yang menginginkan pesantren harus berdikari.
Muktamar Lampung kali ini juga bertepatan dengan transformasi besar dunia dari old economy ke dalam new economy menjadi momentum akselerasi pembangunan ekonomi umat. Menghadapi transformasi new economy, NU harus memulai digitalisasi usaha mikro selain untuk memperluas akses pasar, digitalisasi juga mentransformasikan dari sebagian besar pelaku ekonomi NU berstatus informal menjadi formal sehingga pelaku ekonomi umat dapat mengakses permodalan.
NU juga harus mulai masuk ke dalam financial technology baik berupa pendirian institusi keuangan yang memberikan akses pemodalan berupa kredit murah kepada umat terutama UMKM, petani, dan nelayan maupun memanfaatkan ekonomi remitensi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sebagian besar adalah warga NU.
Merdeka Ekonomi dan NUnomics
NU memiliki segalanya untuk menciptakan lompatan besar pembangunan ekonomi umat. Merujuk pada data Kemenko Perekonomian, jumlah pesantren di Indonesia pada Triwulan I-2021 sebanyak 31.385 dimana menurut saya sebagian besar terafiliasi dengan NU. Dengan jumlah pesantren yang besar tersebut apabila dibagi dengan jumlah desa berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri yaitu sebanyak 83.381 desa pada tahun 2021 maka setidaknya setiap 3 desa akan ada 1 pesantren.
Dengan jumlah pesantren tersebut, serta jejaring struktural NU yang sampai pada level desa menjadi kekuatan utama ekonomi umat. Apabila setiap jejaring struktural NU di level basis dan pesantren memiliki unit usaha maka akan ada ledakan besar (big bang) ekonomi yang tumbuh dari desa dengan serapan tenaga kerja yang besar menjadikan NU sebagai episentrum ekonomi umat. Dengan demikian NU dan pesantren akan menjadi lokomotif gerakan ekonomi umat yang membawa gerbong besar pembangunan ekonomi desa yang berarti juga menyelesaikan permasalahan pemerataan ekonomi, urbanisasi serta kesenjangan yang selama ini menjadi pekerjaan rumah besar ekonomi Indonesia.
Seluruh grand design di atas perlu diletakkan pada top struktur NU sebagai intermediasi atau Hub sehingga semua kolaborasi ditujukan pada struktur NU di level basis dan pesantren. Ibarat orkestra, NU menjadi conductor sedangkan pesantren dan jamaah NU sebagai pemain utama dalam memainkan nada. Apabila semuanya dikerjakan dengan baik, maka harmoni pembangunan ekonomi umat akan tercipta.
Muaranya adalah permasalahan ekonomi Indonesia akan teratasi apabila dimotori oleh pemberdayaan ekonomi pesantren berbasiskan pada sektor UMKM, pertanian, dan perikanan sebagai basis dari jamaah NU. Oleh karena itu, posisi pelaku usaha Nahdliyin sangat penting dan strategis sebagai ujung tombak kebangkitan kemandirian ekonomi NU.
Pembangunan ekonomi umat adalah pekerjaan yang besar dan jangka panjang. Memulainya harus dari sekarang dan hari ini kita berada di jalan yang seharusnya. Tinggal menambah laju kemudi agar lokomotif NU mampu membawa gerbong besar kebangkitan ekonomi umat karena kalau tidak NU akan kehilangan relevansinya ketika memasuki abad ke 2 NU. Selebihnya, Selamat bermuktamar ke 34 NU.
Aminuddin Ma'ruf
Staf Khusus Presiden RI, Kader Nahdlatul Ulama
Posting Komentar